Rabu, 26 Oktober 2011

ADMINISTRASI NEGARA DALAM ILMU ADMINISTRASI


BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan mencapai tujuan nasional maka sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, pemerintah Republik Indonesia menyelenggarakan administrasi, yang semula cenderung agak sentralistik karena UUD 1945 sendiri integralistik akhir-akhir ini berubah paradigm menjadi cenderung lebih kedaerahan. Hal ini semula karena para founding fathers melihat bahwa Republik Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku, agama, pulau, adat dan bahasa kedaerahan, perlu dipersatukan dengan pemusatan kekuasaan pada eksekutif. Hal ini setelah reformasi berubah menjadi serba kedaerahan dengan menguatnya otonomi daerah yang oleh sementara pihak dinilai mengkhawatirkan munculnya separatisme.
Administrasi Negara juga terkadang disebut juga sebagai administrasi publik, karena terjemahan dari kata public administration. Karena kata public diterjemahkan menjadi Negara maka akan terasa serba kekuasaan yang menzalimi masyarakat. Tetapi bila diterjemahkan sebagai masyarakat, akan berkonotasi pelayanan yang berakibat pada kebebasan yang liberalistik. Untuk itu perlu keseimbangan dalam sistem Administrasi Negara Republik Indonesia ini.
Selanjutnya, administrasi juga harus dipandang sebagai moral dan etika. Kerena pemerintah harus mengajak kebenaran dan kebaikan, serta melarang terjadinya dekadensi moral dalam lingkungan masyarakat yang dipimpinnya. Khusus untuk mengantisipasi keburukan dekadensi moral maka memang hanya pemerintahlah yang mampu melakukan. Karena yang bersangkutan memiliki seperangkat kekusaan militer, polisi, dan jaksa yang berada dibawah kekusaan aparat eksekutif. Jadi, pemerintah harus melakukan pelayanan kepada kebaikan dan kebenaran di satu pihak, serta melakukan kekuasaan untuk yang dekadensi moral dipihak yang lain. oleh karena itu kami akan mencoba menyajikan hal yang perlu kita ketahui tentang Administrasi Negara dalam Ilmu Administrasi Negara.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Administrasi Negara
           Banyak para ahli yang memberikan definisi pada administrasi Negara diantaranya sebagai berikut :
      Menurut John M. Pffifner dan Robert V.Presthus
1.      Administrasi Negara meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.[1]
2.      Administrasi Negara dapat di definisikan sebagai koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah .Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.[2]
3.      Secara ringkas administrasi Negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah ,pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya.[3]
      Menurut Felix.A Nirgo dan Lloyd G.Nigro
1.      Administrasi Negara adalah suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan pemerintahan .
2.      Administrasi meliputi ketiga cabang pemerintahan yaitu eksekutif ,legislatife ,dan yudikatif serta hubungan diantar mereka  .
3.      Administrasi Negara mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijakan pemerintahan dan karenanya sebagian merupakan proses polotik
4.      Administrasi sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat
5.      Administrasi dalam beberapa hal berbeda pada penempatan pengertian dengan administarasi perorangan.
      Menurut Prajudi  Atmosudirjo                    
Administrasi Negara dalah administrasi dari  Negara sebagai organisasi ,dan administrasi yang mengejar tujuan –tujuan yang bersifat kenegaraan.[4]
Menurut Arifin Abdulrachman
            Administarasi Negara adalah ilmu yang mempelajari pelaksanaan dari politik Negara.[5]
Menurut Edward H.Litchfield
            Administrasi Negara adalah suatu studi mengenai bagaimana bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, diperlengkapi dengan tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakan, dan dipimpin.
Menurut Dwight Waldo
          Administrasi Negara adalah manajemen dan organisasi dari manusia dan peralatan nya guna mencapai tujuan pemerintah .
Menurut Marshall E. Dimock ,Gladys O.Dimock ,dan Lousi W.Koening
            Administrasi Negara adalah kegiatan pemerintah di dalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
Menurut George J.Gordon
Administrasi Negara dapat dirumuskan sebnagai seluruh proses baik yang dilakukan organisasi maupun perseorangan yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hokum dalam perturan yang dikeluarkan oleh badanlegislatif,eksekutif ,serta peradilan.
B.     Ruang Lingkup Administrasi Negara
Dibidang hubungan peristiwa dan gejala pemerintahan :
1.      Administrasi pemerintahan pusat
2.      Administrasi pemerintahan daerah
3.      Administrasi pemerintahan kecamatan
4.      Administrasi pemerintahan kelurahan
5.      Administrasi pemerintahan desa
6.      Administrasi pemerintahan kotamadya
7.      Administrasi pemerintahan Kota administrative
8.      Administrasi departemen
9.      Administrasi nondepartemen
Dibidang kekuasaan :
1.      Administrasi Politik Luar Negeri
2.      Administrasi Politik Dalam Negeri
3.      Administrasi Kebijaksanaan Pemerintah
Dibidang peraturan perundan-undangan:
1.      Landasan idiil
2.      Landasan konstitusional
3.      Landasan Oprasional
Dibidang Kenegaraan :
1.      Tugas dan kewenangan Negara
2.      Hak dan kewenangan Negara
3.      Tipe dan bentuk Negara
4.      Fungsi dan prinsip Negara
5.      Unsure-unsur Negara
6.      Tujuan Negara dan tujuan nasional
Dibidang pemikiran hakiki :
1.      Etika administrasi Negara
2.      Estetika administrasi Negara
3.      Logika administrasi Negara
4.      Hakikat administrasi Negara
Dibidang ketatalaksanaan :[6]
1.      Administrasi pembangunan
2.      Administrasi perkantoran
3.      Administrasi kepegawaian
4.      Administrasi kemiliteran
5.      Administrasi kepolisian
6.      Administrasi perpajakan
7.      Administrasi pengadilan
8.      Administrasi kepenjaraan
9.      Administrasi perusahaan, antara lain :
a.       Administrasi penjualan
b.      Administrasi periklanan
c.       Administrasi pemasaran
d.      Administrasi perbankan
e.       Administrasi perhotelan
f.       Administrasi pengangkutan
Dalam administrasi perusahaan, kriteria perusahaaan harus sebagai berikut :
1.      Apakah kepemilikan dari perusahaan tersebut pribadi (swasta) atau milik negara (BUMN)
2.      Apakah kadar kepemilikannya melebihi dari 50% swasta atau milik pemerintah.
3.      Apakah merupakan subjek bagi ketetapan control pemerintah atau swasta pengawasannya
4.      Apakah merupak subjek lain untuk aksi pada budget oleh musyawarah dalam proses pendermaan atau tidak sama sekali.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup administrasi Negara ada tiga yaitu , Murni administrasi Negara , semi administrasi Negara , bukan administrasi Negara.
C.    Posisi Administrasi Negara
Dalam menentukan posisi administrasi Negara ada dua jenis ilmu yang dapat dibedakan dalam hubungan ini , yang pertama perhubungan sesame ilmu-ilmu kenegaraan dan ilmu-ilmu nonkenegaraan.
Ilmu-ilmu kenegaran yaitu :
1.      Ilmu administrasi Negara dengan Ilmu Pemerintahan
2.      Ilmu administrasi Negara dengan Ilmu Negara
3.      Ilmu administrasi Negara dengan Ilmu Politik
4.      Ilmu administrasi Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara
Sedangkan ilmu-ilmu nonkenegaraan yaitu :  
1.      Ilmu administrasi Negara dengan Ilmu Filsafat
2.      Ilmu administrasi Negara dengan Ilmu Ekonomi
3.      Ilmu administrasi Negara dengan Sosiologi.
4.      Ilmu administrasi Negara dengan Geografi
5.      Ilmu administrasi Negara dengan Sejarah
6.      Ilmu administrasi Negara Psikologi

D.    Administrasi Negara dalam Ilmu Kenegaraan

Objek Materia dan Forma Ilmu-ilmu Kenegaraan
No.
Nama Disiplin Ilmu pengetahuan
Objek materia
Objek forma
1.
Ilmu administrasi Negara
Negara
Pelayanan publik, organisasi publik, manajemen, dan kebijakan publik.
2.
Ilmu pemerintahan
Negara
Hubungan pemerintahan,gejala-gejala pemerintahan,dan peristiwa pemerintahan.
3.
Ilmu politik
Negara
Kekuasaan,partai politik,grup penekan,dan kepentingan masyarakat.
4.
Ilmu hukum tata Negara
Negara
Hukum,peraturan perundang-undangan,konstitusi,dan konvensi.
5.
Ilmu Negara
Negara
Pertumbuhkembangan Negara,sifat dan hakikat Negara,bentuk,dan teori Negara. 

E.     Administrasi dalam ilmu non kenegaraan

1.      Ilmu filsafat dan ilmu administrasi negara
Filsafat berasal dari kata yunani yang tersusun dari dua kata , yaitu philos dan shopia. Philois berarti senang, gemar ,cinta sedangkan sophia dapat di artikan sebagai kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan .
Bebicara tentang administrasi Negara secara filsafati maka para administrator publik, mulai dari presiden sampai dengan kepala desa dan kelurahan adalah mereka yang menjalankan roda Administrasi Negara. Sehingga dalam cara dan kebijaksanaan pengambilan keputusan administrasi, skala priyoritas dan alternatif pilihan berangkat dari pengkajian kebenarn itu sendiri. Dengan demikian, pengalokasian nilai-nilai mengacu pada mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini karena administrator sebagai pemegang wewenang penyelenggaraan pelayanan publik.

2.      Ilmu Administrasi Niaga dan Ilmu Administrasi Negara
Dapat kita bedakan antara Administrasi Niaga dengan administrasi Negara, yaitu sebagaimana disampaikan oleh G.T.Allison berikut ini :
1.      Administrasi niaga banyak tergantung dari suasana pasar sedangkan administrasi Negara kurang sentuhan pasar .
2.      Administrasi niaga otonom dan mandiri dalam keputusan dan cara bertindak, sedangkan administrasi Negara Harus mengutamakan pelayanan masyarakat.
3.      Kegiatan administrasi niaga hnya di nilai mereka yang terkait, hal itupun masih dikebiri oleh keterkaitan ekonomi, sedengkan administrasi Negara dinilai orang banyak
4.      Tujuan dan criteria niaga jelas yaitu keuntungan ekonomi, efisiensi,mutu, dan relasi untuk pangsa pasar sedangkan administrasi Negara sangat konfleks dan sangat sulit di ukur.
5.      Adminidstrasi niaga mudah menyelenggarakan pengajian karena berdasarkan kelelahan, hasil kerja, pengolahan .sedangkan administrasi Negara cendrung relative lebih sulit menentukan insentif berdasarkan performa dan kinerja yang ada karena melulu mempersoalkan pengabdian untuk menutupi dan meningkatkan pegawai yang malas.

3.      Sosiologi dan ilmu administrasi Negara
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan anatar manusia dalam kelompok-kelompok(rouck dan warren) merupakan penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya yaitu organisasi sosial (William F.Ogbum dan mayer F.Nimkoof).
Tanggapan para ahli sosiologi terhadap ilmu administrasi adalah gejala-gejala yang timbul dalam pelayanan dari satu kelompok orang yang menyelenggarakan public terhadap berbagai kelompok rakyat banyak yang diam dilayani, dipandang sebagai usaha penataan masyarakat.
4.      Ilmu bumi dan administrasi Negara
Terdapat hubungan yang erat pula antara ilmu administrasi Negara dengan ilmu bumi karena pengaruh yang dimaksud ditujukan pada ilmu administrasi Negara terutama ekologinya
5.      Sejarah dan Ilmu Administrasi Negara
Sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang dipelajari oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi.
Jadi, sejarah merupakan kejadian–kejadian dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau , akan menjadi sejarah bagi kita pada masa sekarang ,akan menjadi sejarah bagi orang-orang pada waktu yang akan dating.
Jadi, dalam hubungannya dengan administrasi Negara pada umumnya ,sejarah sebenernya adalah berbagai system administrasi di berbagai Negara pada masa lampau.Sedangkan administrasi Negara yang ada dewasa ini akan menjadi sejarah bagi masa mendatang.
6.      Psikologi dan Ilmu Administrasi Negara
Dengan kajian ilmu jiwa (psikologi) seperti ini akan membuat kemajuan administrasi Negara semakin mapan karena akan dapat lebih mengetahui bagaimana memotivasi seorang bawahan.
F.     Peranan Administrasi Negara
Pertama Stabilisator masyarakat
Kedua Mengatur, mengarah dan mempercepat perubahan social
Ketiga Mengatur dan mendorong rakyat dalam memasuki kehidupan masyarakat maju dan modern.


[1] John Pffifner dan Robert V. Presthus dalam Public Administration, The Ronald Press Company, New York, 1960 halaman 4
[2] Lbid halaman 5
[3] Lbid halaman 6
[4] Prajudi Atmosudirjo, Administrasi dan Manajemen Umum, Ghalia Indonesia, Jakarta 1982, halaman 272.
[5] Arifin Abdurrachman, Majalah Administrasi Negara No.2 Tahun 1959.
[6] The Liang Gie, Ilmu Administrasi, Liberty, Yogyakarta, Cetakan Kesepuluh, 1993, halaman 63

DAFTAR PUSTAKA

Ø  Terry, George, Prinsip-prinsip Administrasi, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2007
Ø  Hasibun, Malayu, Administrasi Negara, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2004
Ø  Syaffiie, Inu Kencana, Sistem Administrasi Negara, PT Bumi Aksara: Jakarta 2008

PRIBADI BERZIKIR



  • Zikir menjadi kepribadiannya
  • Allah tujuannya
  • Rasulullah saw teladan dalam hidupnya
  • Dunia ini pun menjadi syurga sebelum syurga sebenarnya
  • Bumi menjdi masjid baginya
  • Rumah, kantor bahkan hotel sekalipun menjadi musola baginya
  • Tempat ia berpijak, meja kerja, kamar tidur, hamparan sajadah baginya
  • Kalau dia bicara, bicaranya dakwah. Kalau dia berdiam, diamnya zikir
  • Nafasnya tasbih
  • Matanya, penuh rahmat Allah, penuh kasih sayang…
  • Telinganya terjaga
  • Pikirannya baik sangka, tidak sinis, tidak pesimis dan tidak suka memvonis
  • Hatinya, subhanAllah.. diam-diam berdoa, doanya diam – diam
  • Tangannya bersedekah
  • Kakinya berjihad, ia tidak mau melangkah sia-sia
  • Kekuatannya silaturahim
  • Kerinduannya tegaknya syariat Allah, kalau memang hak tujuannya maka sabar dan kasih sayang strateginya
  • Asma amaaniina.. cita-citanya tertinggi teragung.. syahid di jalan Allah
  • Kesibukannya, ia hanya asik memperbaiki dirinya tidak tertarik mencari kekurangan apalagi aib orang lain

Hadirilah majelis – majelis dzikir raihlah kepribadian berdzikir dengan selalu hadir menikmati hidangan hidayah Allah terlezat. Dzikrulloh…

https://www.facebook.com/kh.muhammad.arifin.ilham

Selasa, 25 Oktober 2011

AGAMA DAN POLITIK


A.    Agama dalam Kehidupan
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam. Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya. Karenanya, keinginan, petunjuk, dan ketentuan kekuatan gaib harus dipatuhi kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan selamat. Kepercayaan beragama yang bertolak belakang dari kekuatan gaib ini tampak aneh, tidak alamiah, dan tidak rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern yang terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini ada kalau konkret, rasional, alamiah atau terbukti secara empirik dan ilmiah. Namun demikian, kehidupan beragama adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan sepanjang sejarah masyarakat dan kehidupan pribadinya. Adanya aturan terhadap individu dalam kehidupan bermasyarakat, berhubungan dengan alam lingkungannya atau dalam berhubungan dengan Tuhan juga ditemukan di setiap masyarakat, dimana dan kapan pun. Adanya aturan kehidupan yang dipercayai berasal dari Tuhan juga termasuk ciri kehidupan beragama. Semuanya ini menunjukkan bahwa kehidupan beragama aneh tapi nyata, dan merupakan gejala universal, ditemukan dimana dan kapan pun dalam kehidupan individu dan masyarakat.

B.     Sistem Politik dalam Kehidupan
Sistem politik dalam kehidupan negara memiliki arti yang luas. Suatu sistem politik terdiri dari Interaksi peranan para warga negara yang secara aktif menjadi insan politik dalam menentukan kehidupan negara. Politik merupakan alat untuk mencapai tujuan dari setiap orang atau golongan. Pada dasarnya ilmu politik itu baik, tergantung dari hati nurani setiap orang yang menerapkannya. Setiap warga negara dalam peranannya sebagai insan politik dapat sekaligus memainkan peranan – peranan lain (selain sistem politk), yaitu dalam sistem ekonomi, sosial, keagamaan, dan lain - lain.
Dengan demikian, jika seseorang sudah menjadi bagian dari kegiatan politik di negaranya, maka ia akan lebih akrab dengan komunikasi politik daripada komunikasi – komunikasi sosial lainnya. Sebagai warga negara, kita hendaknya menyadari bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat perbedaan yang sangat mendasar tentang konsep sistem politik yang diterapkan. Oleh sebab itu, negara yang menerapkan sistem politik demokrasi harus mampu menjungjung tinggi adanya realitas perbedaan sistem politik yang dianut oleh setiap negara. Perbedaan sistem politik jelas membawa pengaruh terhadap perbedaan sistem lain yang harus kita sikapi secara selektif dan obyektif demi stabilitas dan kemajuan bangsa.

C.    Agama dan Sistem Politik
Sebagaimana telah diungkap bahwa pada masyarakat primitif, sistem politik tidak terpisah. Kepala suku punya kekuasaan karena mereka dipercayai memiliki banyak kekuatan gaib. Kepercayaan Jawa bahwa kekuasaan yang ada pada seorang adalah karena ketentuan Tuhan. Tidak seorang pun yang berhak mendongkelnya kecuali para resi, yaitu pertapa yang tidak punya keinginan sedikitpun terhadap dunia. Kerajaan Jepang dipimpin oleh Kaisar Hirohito yang dipercayai sebagai keturunan Dewa Matahari. Kerajaan Mesir Kuno dipimpin oleh Raja Ramses II yang sezaman dengan Nabi Musa, yang mendakwakan dirinya sebagai Tuhan. Demikian juga Raja Namrud di zaman Nabi Ibrahim mendakwakan dirinya sebagai Tuhan. Dengan demikian ada dua tipe hubungan kekuasaan politik dengan Tuhan dan Agama. Pertama, yang mendakwakan dirinya sebagai Tuhan; kedua, yang dipercayai bahwa penguasa mendapatkan kekuasaan dari Tuhan atau kekuatan gaib. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dipersatukan dengan agama. Persatuan masyarakat membutuhkan pemimpin. Pemimpin melaksanakan kepemimpinannya didasarkan kepada Agama yang mempersatukan masyarakat yang bersangkutan.
      Sebelum kedatangan penjajah barat, disebagian besar Indonesia sudah berdiri kerajaan kerajaan besar, kerajaan Hindu, kerajaan Budha dan kerajaan Islam. Kekuasaan politik membutuhkan legitimasi. Kekuasaan yang didasarkan kepada Agama dikatakan bahwa ia telah ditentukan oleh Tuhan. Siapa yang akan menjadi penguasa akan mendapat legimitasi dari Tuhan. Legimitasi religius ini memang tidak rasional akan tetapi, kalau dibandingkan dengan sistem demokrasi, sistem yang legimitasinya di gantungkan kepada mayoritas  pilihan rakyat juga tidak objektif dan kurang rasional rasionalitas ditampilkan dari penyampaian visi dan misi. Legimitasi dari sistem deokrasi didasarkan kepada pilihan rakyat. Namun, pilihan rakyat itu tidak pernah secara aklamasi. Karena itu, pilihan di jatuhkan kepada pemilih terbanyak, walaupun dengan rumus paling kurang separo tambah satu kalau yang dipilih itu satu dari dua. Yang menjadi patokan adalah jumlah kepala yang memilih, tidak isi kepala yang memilih.
Asumsi sistem demokrasi bahwa rakyat memilih berdasarkan pengetahuan mereka terhadapkan terhadap visi dan msi calon serta kepercayaan mereka kepada calon, hanya berlaku pada rakyat, minimal pemilih, yang berpendidikan dan mengetahui calon dengan baik. Di masyarakat yang kebayakan pemilih tidak rasional, tetapi pemilih tradisional, yaitu yang mendasarkan pemilih kepada agama, etnis, keturunan, dan suku bangsa si calon, seperti kebanyakan pemilih di Indonesia, menang di kalangan rakyat yang kurang berpendidikan dan bersifat primoridial atau paternalisme adalah mampu memengaruhi rakyat yang kurang kritis. Yang akan menang juga yang pandai mendekati pemimpin informal. Karena itu, kita menyaksikan di musim kampanye, baik pemilihan legislatif atau pemilihan presiden dan wakil presiden, kiai-kiai dan pemimpin pesantren sering dikunjungi oleh calon. Kalau berhasil mempengaruhi kiai dan pemimpin pesantren, besar kemungkinan akan menang karena kiai dan pesantren di Jawa punya pengikut yang sangat banyak. Pengikut kiai dan pemimpin pesantren sangat patuh kepada kiainya.
Kemudian melaksanakan pemilihan umum, apalagi di negara sebesar Indonesia ini dengan daerah-daerah yang banyak masih sulit dijangkau dengan mobil dan kereta api, tentu membutuhkan biaya yang sangat banyak. Biaya itu bukan hanya dibutuhkan komisi pemilihan umum (KPU) saja, tetapi para calon legislatif dan calon presiden serta wakilnya harus mengeluarkan biaya demikian besar untuk berkampanye di kalangan rakyat Indonesia yang bermacam ragam dan tinggal terpencar-pencar di seantero wilayah Republik Indonesia. Seperti ketua KPU Nazaruddin dalam suatu pertemuan di Jakarta tanggal 6 Mei 2004 mengajukan perkiraan biaya KPU untuk menyelenggarakan pemilu sebanyak Rp 3,2 triliun. Direktur Eksekutif Pusat Reformasi (Cetro), Hadar Navis Gumay, mengatakan bila dihitung secara rata-rata biaya pilpres per orang pemilih adalah Rp 16,123. Hasil itu didapat dengan membagikan jumlah anggaran pilpres sebesar Rp 2,5 triliun dengan 155,048,803 pemilih di seluruh Indonesia. “sedangkan biaya Pilkada adalah Rp 28,145 per orang, 56 persen lebih besar dibanding pilpres,” kata Handar dalam diskusi soal pilkada di Jakarta, Rabu 9 Maret 2004.
Kemudian legitimasi dari Tuhan seperti dalam teokrasi biasa dianggap sebagai alat untuk memantapkan kekuasaan diktator. Dengan menyandarkan kekuasaan dan juga kebijakan yang ditempuh kepada Tuhan dan agama, rakyat tidak punya hak lagi untuk mengkritik sang penguasa. Anggapan ini benar kalau agama yang dimaksud adalah agama sosiologis atau antropologis, kalau pilihan dijatuhkan pada seorang calon presiden atau wakil presiden atau calon legislatif hanya sekedar mengusung label agama atau partai agama untuk mempengaruhi rakyat. Akan tetapi, kalau beragama secara teologis, yaitu melaksanakan dan menghayati segala aspek ajaran agama, ia tidaklah akan menjadi diktator. Ia bertanggung jawab tidak hanya kepada dewan perwakilan rakyat, tetapi pertama-tama kepada Allah yang Maha Mengetahui segala dilakukannya.

D.    Hubungan Agama dengan Politik
Agama dan politik merupakan satu hal yang berbeda jika dilihat dari sisi definisi. Tapi agama dan politik bisa bagai dua sisi mata uang, bersatu tapi tidak bertemu. Agama mengajarkan keshalehan pribadi dan sosial, sedang politik hingga saat ini dan dalam realitasnya mengajarkan siasat, strategi, lobi, yang berinti pada kekuasaan. Ketika orang telah berbicara kekuasaan, dominasi mayoritasnya adalah nafsu serakah, keinginan untuk berkuasa. Jika hal ini yang terjadi maka kesalehan pribadi dan sosial akan terpinggirkan, demi kekuasaan, bukankah ini yang terjadi di dunia ini? Dalam politik kita mengenal kiasan yang aneh tapi nyata, ”tidak ada kawan abadi yang ada adalah kepentingan abadi”. Jika berbicara kepentingan ini juga berkait erat dengan kekuasaan. Demi kekuasaan lawan bisa jadi kawan.

Politik Agama
Politik agama, saya memahami politik agama sebagai usaha memasukan nilai-nilai agama dalam kehidupan berpolitik. Orang yang berpolitik dengan agama tujuannya bukan kekuasaan tetapi untuk memperjuangkan kesejahteraan hidup konstituennya, yaitu ”rakyat”, golongan manusia yang paling tersingkir hidupnya dalam perang para politisi untuk kekuasaan. Memasukan nilai-nilai agama dalam perpolitikan dinegara ini mungkin pernah ada (pada jaman dahulu) sekaligus dicontohkan oleh politisi yang beragama. Tapi Politik agama akan sangat memiliki arti yang sangat mengerikan jika agama dijadikan object politik/ politisasi agama. Ketika Agama dijual hanya untuk mendapatkan dukungan kekuasaaan maka hilanglah ruh keagamaan itu sendiri yang pada intinya mengajarkan manusia pada keshalehan sosial dan ritual. Sebelum berkuasa panji-panji agama senantiasa berkumandang dari bibirnya, tetapi setelah mendapatkan kuasa, tak sedikitpun nilai-nilai Agama merasuk dalam dirinya, malah tingkah laku korup yang akhirnya menjerat dirinya dalam tudingan hukum sosial.

Agama Politik
Sedang Agama politik, bagai satu keping mata uang, walau satu tapi tak bisa bertemu. Walau tak bertemu tetapi bisa mempunyai hubungan dan keterikatan yang erat satu sama lain. Misalnya orang yang mendewa-dewakan politik sebagai jalan hidup dan pemikirannya, bisa dikatakan orang tersebut telah menjadikan politik sebagai Agamanya dan kekuasaan menjadi Tuhannya. Hal ini sesuai dengan pengertian Agama secara umum yang berarti pegangan hidup, aturan, ajaran, ketaatan dan lain-lain.
Jika yang di bicarakan agama yang sebenarnya, dan politik yang sebenarnya juga sangat erat hubungannya. Politik yang baik dan benar mestinya ber pedoman pada ajaran Agama. Nilai-nilai akhlak dan moral agama bisa ditarik untuk membangun etika politik sehingga politik menjadi sesuatu yang bermoral, etis dan tidak menghalakan segala cara. Agama punya peranan hubungan manusia dengan tuhan dan politik hubungan manusia dengan manusia. Namun masyarakat pada umumnya sudah memfonis politik itu jahat kotor, curang serta kejam dan lain-lain. Dan dalam kenyataannya politisi yang sukses politisi yang di sukai rakyat adalah mereka yang menggunakan Agama sebagai permainan politiknya.
Contohnya: politisi yang membela rakyat yang lemah.
"Substansi agama itu harus diterapkan di politik, maka marilah kita berpolitik dengan substansi yang ada di agama sehingga kita berpolitik dengan moral yang baik."