Akhir-akhir ini saya sering mendengarkan lagu
I'tiraf terutama yang dinyanyikan hadad alwi, yang berasal dari ucapan atau doa
abu nawas dahulu kala,lantunan kata-kata ini membuat saya merasa tenang lahir
dan batin dan membuat saya merasa begitu berdosa dan semangat beristiqomah agar
memperkuat iman.
Mendengarkan lagu ini juga membuat
saya tegar menghadapi segala cobaan yang ada di hidup ini entah dari mana saja,
karena membuat kita berpasrah diri kepada Allah SWT, setiap cobaan yang datang
karena setiap cobaan yang datang berasal dariNya, dan maka itu saya harus
sering mengingatNya.
Akhirnya lirik lagu itu membuat
saya ingin mencari tahu dari Mbah Google mengapa abu nawas bisa mengucapkan
kata-kata itu, berikut adalah sejarah abu nawas dengan syair I'tiraf:
Alkisah, seorang laki – laki setengah baya sedang duduk sendirian,
memperhatikan matahari yang berangsur – angsur tenggelam. Suasananya cukup
hening. Ia melihat begitu indahnya warna langit yang di penuhi dengan mega
berwarna kuning jingga. Ia memperhatikannya dengan seksama, hingga akhirnya
suasana indah itu hilang seiring dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat.
Entah apa penyebabnya, tiba – tiba ia tak mampu membendung air
matanya. Hatinya terasa pedih. Ia menangis tersedu – sedu. Ia menengadahkan
kedua tangannya sambil berkata :
Illahi lastu
lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan
waghfir dzunubi,
Fainaka
ghafirudz- dzanbil ‘adzimi…..
Artinya :
Wahai
Tuhanku…aku sebetulnya tak layak masuk syurgaMu,
tapi….aku juga
tak sanggup menahan amuk nerakaMu,
karena itu mohon
terima taubatku ampunkan dosaku,
sesungguhnya
Engkaulah maha pengampun dosa-dosa besar
Dzunubi mitslu
a’daadir- rimali
Fahabli taubatan
ya Dzal Jalaali,
Wa ‘umri naqishu
fi kulli yaumi,
Wa dzanbi
zaaidun kaifa – htimali
Artinya :
Dosa-dosaku
bagaikan bilangan butir pasir
Maka berilah
ampunan oh Tuhanku yang Maha Agung
Setiap hari
umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku
terus menggunung, bagaimana aku menanggungkannya
Ilahi ‘abdukal
‘aashi ataaka,
Muqirran bi
dzunubi Wa qad di’aaka
Fain taghfir fa
anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud
faman narjun siwaaka
Artinya :
Wahai Tuhan,
hambamu yang pendosa ini datang bersimpuh kehadapanMu
Mengakui segala
dosa dan memohon kepadaMu
Dan bila Engkau
tidak mengampuni aku, kepada siapa lagi kami mohon ampun selain kepada Mu?
Abu
Nawas, sosok yang dikenal sosok lugu, agak pandir dan sering kita anggap sosok
konyol yang tingkah dan ucapannya mengundang tawa, sebenarnya adalah orang yang
baik dan sangat jujur. Kalimat – kalimat diatas adalah bentuk pengakuan dirinya
atas semua dosa – dosa yang telah ia perbuat. Ketika Ia menyadari usianya yang
semakin senja, tentu saja kepastian untuk segera kembali menghadap ALLAH itu
pun akan segera datang.
Ia
menangis ketika menyaksikan matahari tenggelam, karena ia menyadari bahwa orang
hidup di dunia ini dapat di ibaratkan seperti itu. Namun jarang sekali kita mau
merenungkan tanda – tanda kebesaran ALLAH swt. Dan mengambil pelajaran dari
peristiwa demi peristiwa dalam hidup kita. Ketika matahari akan tenggelam
sering kali membawa suasana menyenangkan dan warna langit menjadi sangat indah.
Sampai – sampai banyak orang yang terlena oleh keindahannya. Sementara mereka
tidak menyadari bahwa sebentar lagi matahari akan tenggelam dan kegelapan
malampun akan segera menyelimutinya. Kecuali orang yang sadar dan telah
menyiapkan diri dengan membawa lentera untuk menerangi ketika malam tiba.
Rasulullah
saw menangis hingga berguncang dadanya dan jenggotnya basah oleh air mata
ketika menerima wahyu yang berbunyi : ” Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda – tanda
(kebesaran ALLAH) bagi orang – orang yang berakal. Yaitu orang – orang yang
mengingat ALLAH sambil berdiri atau duduk ataupun berbaring, dan mereka yang
merenungkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : ‘Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia – sia. Maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa api neraka.’ ” (QS. Ali – Imran : 190 –
191)
Ketika
Bilal bin Rabbah, muadzin kesayangan Rasulullah datang menegur, ” Mengapa
engkau menangis wahai Rasulullah? Padahal ALLAH telah mengampuni dosa – dosamu
yang lalu dan yang akan datang ?”
Rasulullah
pun menjawab, ”Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur ? Aku
menangis karena tadi malam telah turun wahyu kepadaku yang bunyinya :
‘Celakalah orang – orang yang membaca ayat ini kemudian tidak mau
merenungkannya.’ “
Saat
ini, Rasulullah dan Abu Nawas sama – sama sudah tiada, namun kita harus
merenungkan semua ini. Sudahkah kita menjadi hamba yang bersyukur dan menyadari
keberadaan kita di dunia ini dan kewajiban kita pada-NYA.
Seperti yang di katakan oleh Rasulullah bahwa hidup di dunia ini hanya persinggahan saja untuk menuju ke tujuan utama kita yaitu akhirat. Namun sudah cukupkan bekal kita untuk melakukan perjalanan tersebut ? Perjalanan akhirat menuju kehidupan yang sebenarnya, yang kekal dan abadi ?
mari
kita lantunkan kata-kata itu untuk doa kita, semoga kita selalu berada
dijalan yang lurus.
Ost : Raihan – I’tiraf
Wahai Tuhanku…ku
tak layak ke syurgaMu,
namun….tak pula
aku sanggup ke nerakaMu,
ampunkan dosaku
terimalah taubatku,
sesungguhnya
Engkaulah pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku
bagaikan pepasir dipantai
Setiap hari
umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku
terus menggunung
Bagaimana aku
menanggungkannya
Dengan rahmatMu
ampunkan daku oh Tuhanku
Wahai Tuhan
selamatkan kami ini
Dari segala
kejahatan dan kecelakaan
Kami takut kami
berharap kepadaMu
Suburkanlah
cinta kami kepadaMu
Kamilah hamba
yang mengharap belas darimu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar