Rabu, 15 Agustus 2012

Doa Abu Nawas ( I'tiraf )



Akhir-akhir ini saya sering mendengarkan lagu I'tiraf terutama yang dinyanyikan hadad alwi, yang berasal dari ucapan atau doa abu nawas dahulu kala,lantunan kata-kata ini membuat saya merasa tenang lahir dan batin dan membuat saya merasa begitu berdosa dan semangat beristiqomah agar memperkuat iman.
Mendengarkan lagu ini juga membuat saya tegar menghadapi segala cobaan yang ada di hidup ini entah dari mana saja, karena membuat kita berpasrah diri kepada Allah SWT, setiap cobaan yang datang karena setiap cobaan yang datang berasal dariNya, dan maka itu saya harus sering mengingatNya.
Akhirnya lirik lagu itu membuat saya ingin mencari tahu dari Mbah Google mengapa abu nawas bisa mengucapkan kata-kata itu, berikut adalah sejarah abu nawas dengan syair I'tiraf:
Alkisah, seorang laki – laki setengah baya sedang duduk sendirian, memperhatikan matahari yang berangsur – angsur tenggelam. Suasananya cukup hening. Ia melihat begitu indahnya warna langit yang di penuhi dengan mega berwarna kuning jingga. Ia memperhatikannya dengan seksama, hingga akhirnya suasana indah itu hilang seiring dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat.
Entah apa penyebabnya, tiba – tiba ia tak mampu membendung air matanya. Hatinya terasa pedih. Ia menangis tersedu – sedu. Ia menengadahkan kedua tangannya sambil berkata :

Illahi lastu lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa  ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi,
Fainaka ghafirudz- dzanbil ‘adzimi…..
Artinya :
Wahai Tuhanku…aku sebetulnya tak layak masuk syurgaMu,
tapi….aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMu,
karena itu mohon terima taubatku ampunkan dosaku,
sesungguhnya Engkaulah maha pengampun dosa-dosa besar

Dzunubi mitslu a’daadir- rimali
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa ‘umri naqishu fi kulli yaumi,
Wa dzanbi zaaidun kaifa – htimali
Artinya :
Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir
Maka berilah ampunan oh Tuhanku yang Maha Agung
Setiap hari umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku terus menggunung, bagaimana aku menanggungkannya

Ilahi ‘abdukal ‘aashi ataaka,
Muqirran bi dzunubi Wa qad di’aaka
Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narjun siwaaka
Artinya :
Wahai Tuhan, hambamu yang pendosa ini datang bersimpuh kehadapanMu
Mengakui segala dosa dan memohon kepadaMu
Dan bila Engkau tidak mengampuni aku, kepada siapa lagi kami mohon ampun selain kepada Mu?

Abu Nawas, sosok yang dikenal sosok lugu, agak pandir dan sering kita anggap sosok konyol yang tingkah dan ucapannya mengundang tawa, sebenarnya adalah orang yang baik dan sangat jujur. Kalimat – kalimat diatas adalah bentuk pengakuan dirinya atas semua dosa – dosa yang telah ia perbuat. Ketika Ia menyadari usianya yang semakin senja, tentu saja kepastian untuk segera kembali menghadap ALLAH itu pun akan segera datang.
Ia menangis ketika menyaksikan matahari tenggelam, karena ia menyadari bahwa orang hidup di dunia ini dapat di ibaratkan seperti itu. Namun jarang sekali kita mau merenungkan tanda – tanda kebesaran ALLAH swt. Dan mengambil pelajaran dari peristiwa demi peristiwa dalam hidup kita. Ketika matahari akan tenggelam sering kali membawa suasana menyenangkan dan warna langit menjadi sangat indah. Sampai – sampai banyak orang yang terlena oleh keindahannya. Sementara mereka tidak menyadari bahwa sebentar lagi matahari akan tenggelam dan kegelapan malampun akan segera menyelimutinya. Kecuali orang yang sadar dan telah menyiapkan diri dengan membawa lentera untuk menerangi ketika malam tiba.
Rasulullah saw menangis hingga berguncang dadanya dan jenggotnya basah oleh air mata ketika menerima wahyu yang berbunyi : ” Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda – tanda (kebesaran ALLAH) bagi orang – orang yang berakal. Yaitu orang – orang yang mengingat ALLAH sambil berdiri atau duduk ataupun berbaring, dan mereka yang merenungkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia – sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.’ ” (QS. Ali – Imran : 190 – 191)
Ketika Bilal bin Rabbah, muadzin kesayangan Rasulullah datang menegur, ” Mengapa engkau menangis wahai Rasulullah? Padahal ALLAH telah mengampuni dosa – dosamu yang lalu dan yang akan datang ?”
Rasulullah pun menjawab, ”Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur ? Aku menangis karena tadi malam telah turun wahyu kepadaku yang bunyinya : ‘Celakalah orang – orang yang membaca ayat ini kemudian tidak mau merenungkannya.’ “
Saat ini, Rasulullah dan Abu Nawas sama – sama sudah tiada, namun kita harus merenungkan semua ini. Sudahkah kita menjadi hamba yang bersyukur dan menyadari keberadaan kita di dunia ini dan kewajiban kita pada-NYA.

Seperti yang di katakan oleh Rasulullah bahwa hidup di dunia ini hanya persinggahan saja untuk menuju ke tujuan utama kita yaitu akhirat. Namun sudah cukupkan bekal kita untuk melakukan perjalanan tersebut ? Perjalanan akhirat menuju kehidupan yang sebenarnya, yang kekal dan abadi ?

mari kita lantunkan kata-kata itu untuk doa kita, semoga kita selalu berada dijalan yang lurus.

Ost : Raihan – I’tiraf

Wahai Tuhanku…ku tak layak ke syurgaMu,
namun….tak pula aku sanggup ke nerakaMu,
ampunkan dosaku terimalah taubatku,
sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bagaikan pepasir dipantai
Setiap hari umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku terus menggunung
Bagaimana aku menanggungkannya
Dengan rahmatMu ampunkan daku oh Tuhanku

Wahai Tuhan selamatkan kami ini
Dari segala kejahatan dan kecelakaan
Kami takut kami berharap kepadaMu
Suburkanlah cinta kami kepadaMu
Kamilah hamba yang mengharap belas darimu..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar