Bukankah
pada suatu waktu anda pernah merasa kesal akibat sebuah kalimat menyakitkan
yang dilontarkan oleh seseorang kepada Anda di depan umum?
Atau
anda diolok-olok oleh seseorang, meskipun hanya berkenaan dengan sesuatu yang
sepele, seperti karena pakaian Anda, ucapan Anda, ataupun logat bicara Anda,
sehingga mimik kekesalan tampak jelas dari raut wajah Anda yang mulai memucat.
Tiba-tiba,
ada orang lain yang membela Anda. Maka Anda langsung merasa memperoleh hadiah
yang sangat besar darinya. Sebab, seolah-olah dia memegangi ujung pakaian Anda
ketika orang lain mendorong Anda ke dalam jurang.
Praktekkanlah
keterampilan ini terhadap orang lain, niscaya Anda akan menyaksikan pengaruhnya
yang sangat menajubkan.
Seandainya
Anda bertamu kepada seseorang, lalu keluarlah salah seorang anaknya sambil
membawa nampan berisi makanan. Sayangnya, dia sedikit terburu-buru, sehingga
menyebabkan nampan tersebut hampir jatuh.
Mulailah
sang ayah memarahinya, sambil membentaknya, “Kenapa kamu selalu terburu-buru?
Sudah berapa kali aku mengajarimu?”
Memerahlah
wajah anak tersebut, lalu menjadi pucat.
Pada
kesempatan itu, Anda langsung mengatakan, “Tidak. Dia ini seorang jagoan yang
gagah. Masya Allah, dia mampu membawa semua ini sendirian. Mungkin dia
terburu-buru karena ada sesuatu yang belum dibawa.”
Perasaan
seperti apakah yang akan dirasakan oleh anak tersebut terhadap diri Anda?
Ini
baru terhadap seorang anak kecil. Bagaimana menurut Anda jika keterampilan ini
dipraktekkan terhadap orang dewasa?
Jika
Anda memuji seorang teman dalam sebuah rapat, setelah orang-orang menghujaninya
dengan celaan.
Atau
Anda memuji salah seorang saudara, setelah seluruh keluarga menumpahkan hujatan
terhadapnya.
Ketika
seorang pemuda dipojokkan oleh sebuah pertanyaan di hadapan khalayak ramai, “Gembiralah,
wahai fulan, memangnya berapa sih nilaimu semester ini?”
Saya
bertanya kepada Anda. Demi Allah, apakah pertanyaan seperti ini akan
dilontarkan oleh seorang berakal di muka umum?
Maka
berubahlah air muka pemuda tersebut sehingga menjadi tidak karuan. Namun Anda
langsung menyelamatkannya dengan sebuah pertanyaan ramah, “Ada apa sih, si
fulan ini bertanya tentang nilainya? Apakah kamu akan menikahkannya dengan
adikmu? Atau mungkin kamu punya lowongan pekerjaan untuk dia?”
Pastilah
orang-orang akan tertawa dan melupakan pertanyaan yang telah dilontarkan orang
itu.
Atau
mungkin seandainya seseorang mencelanya karena nilai yang dia raih rendah, lalu
Anda menanggapinya, “Kawan, janganlah mencelah dia. Jurusannya memang sangat
sulit. Akan tetapi semester depan dia pasti lebih baik dari ini, Insya Allah.”
Meraih
cinta orang lain adalah peluang yang tidak akan disia-siakan oleh orang-orang
cerdas.
Ketika
angin berhembus, manfaatkanlah
Setiap hembusan, ada diamnya pastilah
Pada
suatu saat, Abdullah ibn Mas’ud r.a. berjalan bersama Rasulullah SAW
Ketika
keduanya melewati sebuah pohon Nabi SAW memintanya untuk memanjat dan
memotongkan sebuah ranting untuk siwaknya.
Ibnu
Mas’ud r.a pun memanjatnya dengan gesit. Dia adalah seorang pria bertubuh kecil
dan berbadan kurus. Mulailah dia memilih ranting untuk dipotong.
Tiba-tiba
berhembuslah angin, sehingga pakaiannya berkibar dan terlihat kedua betisnya.
Ternyata, betisnya sangat kecil dan kurus. Melihat betis itu, tertawalah
orang-orang.
Lantas
Nabi SAW bersabda, “Mengapa kalian tertawa? Apa karena kedua betisnya kecil?
Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, kedua betisnya benar-benar
lebih berat daripada gunung Uhud, dalam timbangan Allah.” (HR. Ahmad, Abu
Ya’la dan lainnya. Hadits Sahih)
Bagaimanakah
kiranya perasaan Abdullah ibn Mas’ud r.a. ketika orang-orang menertawainya,
lantas dia dibela dan dipuji oleh Nabi SAW ?
Dikutip dari buku
Enjoy Your Life (Seni Menikmati Hidup) karangan
Dr. Muhammad al-‘Areifi , penerbit Qisti Press, 2008 , halaman 439
Tidak ada komentar:
Posting Komentar